Rabu, 15 Desember 2010

Menunggu 110 Tahun, Kini Wanita Bali Dapat Warisan




Setelah menunggu hampir selama 110 tahun, kini para wanita di Bali berhak mendapat warisan harta orangtuanya, layaknya kaum laki-laki

Ketentuan baru yang melegakan kaum hawa di Pulau Dewata itu, ternyata belum banyak diketahui publik. Ketua Majelis Utama Desa Pekraman Provinsi Bali, Prof I Wayan Windia, menyebutkan, keputusan itu lahir lewat pertemuan atau pesamuan agung pada 15 Oktober lalu.

"Selama ini wanita Bali dalam hukum adat tidak berhak mendapat warisan, barulah sekira tahun 1900-an ada upaya memperjuangkan hak waris meskipun hasilnya belum maksimal," kata Windia , Rabu (15/12/2010).

Windia menjadi pembicara dalam workshop dan dialog Isu HAM, Perempuan dan Anak yang digelar gabungan LSM dalam Forum Mitra Kasih di Wantilan DPRD Bali.

Dikatakan Windia, kaum wanita Bali sudah lama terpinggirkan dari kehidupan sosial termasuk dalam keluarga. Kondisi itu tak lepas dari sistem kemasyarakatan patriarki yang dianut warga Bali.

Sistem sosial dan aturan yang melegitimasi itu sengaja dibuat laki laki, sehingga wajar posisi wanita semakin lemah. Namun sejak 15 oktober, ujar dia, kedudukan wanita dalam keluarga mulai diakui. Poin penting itu dihasilkan menyangkut kedudukan wanita secara adat. "Wanita sekarang berhak atas harta waris, kedudukan anak, suami dan sejajar dalam hal harta guna kaya," paparnya.

Namun menyangkut harta usaha tidak diatur, artinya wanita tidak berhak kecuali terhadap warisan orangtuanya. Dia menyebutkan, soal harta waris, wanita dahulu tidak berhak, dia hanya diberi bekal orangtuanya. "Sekarang sesuai keputusan tertinggi desa adat, tidak bisa menutup hak waris wanita," papar Winda.

Sesuai adat Bali, pasca perceraian yang selama ini menganut garis purusha dimana wanita tidak berhak mengasuh, maka sekarang ada keleluasan bagi ibu. Setelah bercerai istri bisa mengasuh anak dalam usia tertentu. Padahal dahulu, anak segala usia diasuh ayah, namun kini tidak lagi, sepanjang suami bisa menjamin hidupnya

1 komentar:

  1. Ini tidak berlaku pada seluruh Bali. Warisan bukan sekadar hak, tetapi juga kewajiban. Siapa yang menerima hak waris, maka dia wajib bertanggung jawab terhadap leluhur melalui upacara keagamaan. Diutamakan laki-laki karena laki-laki bekerja, dengan hasil kerjanya maka dia dapat melakukan upacara untuk leluhur. Sedangkan wanita, jika sudah menikah maka dia akan berbhakti kepada leluhur suaminya. Itulah sebab wanita tidak diprioritaskan dalam hal warisan yang notabene merupakan hak dan kewajiban. Malah banyak wanita Bali yang dengan sendirinya agar kakak laki-lakinya yang menerima warisan. Karena kewajiban dalam keluarga Hindu Bali itu berat.

    Bukan berarti wanita tidak boleh mewarisi. Apabila hanya ada anak tunggal yaitu wanita, maka wanita itulah yang berhak mewarisi sekaligus wajib melaksanakan kewajiban. Dan suaminya akan berbhakti kepada keluarga wanita tersebut. Ini namanya Sentana di mana wanita memiliki posisi seperti laki-laki. Jadi, ketika mereka bercerai maka yang memiliki hak asuh anak adalah wanita.

    BalasHapus